Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Nur Sutan Iskandar

Sastrawan yang memiliki nama asli Muhammad Nur ini dilahirkan di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat, 3 November 1893. Pendidikannya ditempuh di Sekolah Melayu Kelas II (1908). Selanjutnya, ia belajar untuk menjadi guru bantu (tamat 1911) dan menempuh ujian Klein Ambtenaars Examen. Menjadi guru bantu di Muarabeliti, Palembang, Sumatera Selatan, dan pindah ke kota Padang, Sumatera Barat, untuk menjadi guru Sekolah Melayu Kelas II di kota tersebut (1914).

Tahun 1919, ia meninggalkan kota Padang dan hijrah ke Jakarta. Di Jakarta, ia bekerja di Balai Pustaka. Sambil bekerja, ia terus berusaha untuk menambah pengetahuannya, baik secara formal maupun nonformal. Tahun 1921, ia dinyatakan lulus dari Kleinambtenaar (pegawai kecil) di Jakarta dan pada tahun 1924, mendapat ijazah dari Gemeentelijkburen Cursus (Kursus Pegawai Pamongpraja) di Jakarta. Ia pun terus memperdalam kemampuan berbahasa Belandanya.

https://static.sabda.org/epenulis/pelitaku_nur_sutan_iskandar.jpg" alt="Nur Sutan Iskandar" style="float:right;height:auto;padding-left:15px;width:250px;"/>

Berkat ketekunannya, ia menjadi orang yang pertama bekerja di Balai Pustaka sebagai korektor naskah karangan, dan selanjutnya diangkat sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925 -- 1942) dan Kepala Pengarang Balai Pustaka (1942 -- 1945).

Di Balai Pustaka itulah, ia banyak memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai dunia karang mengarang dan juga mulai terasah bakatnya ke arah itu. Ketika berkesempatan mengikuti Kongres Pemuda di Surabaya (1930-an), ia berkenalan dengan Dokter Sutomo, tokoh pendiri Budi Utomo. Oleh Dr. Sutomo, ia diajak berkeliling kota Surabaya. Hampir semua tempat di sana mereka kunjungi, tidak terkecuali tempat pelacuran.

Selanjutnya, bakat menulisnya yang sudah tumbuh, mulai memainkan peran. Secara perlahan, ia menjelma menjadi penulis yang produktif. Tidak saja menulis karya asli, ia juga menulis karya saduran dan terjemahan. Hal itu dimungkinkan karena penguasaan bahasa asingnya cukup baik.

Dalam beberapa karya asli yang ia tulis, tercatat beberapa kali ia menggunakan pengalaman pribadinya untuk dituangkan ke dalam sebuah karyanya, antara lain dalam karya "Apa Dayaku karena Aku Perempuan" (novel, 1922), "Cinta yang Membawa Maut" (novel, 1926), "Salah Pilih" (novel, 1928), dan "Karena Mertua" (novel, 1932), ia banyak bercerita tentang kepincangan yang terjadi dalam masyarakatnya, khususnya yang berkaitan dengan adat istiadat. Pengalaman ke tempat pelacuran bersama Dr. Sutomo dituangkannya menjadi sebuah karangan yang diberi judul "Neraka Dunia" (novel, 1937). Dalam "Pengalaman Masa Kecil" (kumpulan cerpen, 1949), Nur Sutan Iskandar dengan jelas bercerita tentang keindahan kampung halamannya dan suka duka masa kecilnya. Sedangkan karya tulisnya yang berupa saduran dan terjemahan, ia ambil dari beberapa buku karya pengarang asing seperti Moliere, Jan Ligthrta, Alexandre Dumas, H. Rider Haggard, Arthur Conan Doyle, K. Gritter, dll..

Aktivitasnya yang lain, yang pernah ia jalani antara lain menjadi pengurus organisasi Jong Sumatranen Bond Jakarta (1919), pengurus organisasi Budi Utomo (1929), bendahara Partai Indonesia Raya (1935 -- 1942). Sesudah Indonesia merdeka, ia menjadi pengurus Partai Nasional Indonesia, dosen Fakultas Sastra UI (1955 -- 1960) dan anggota konstituante (1955 -- 1960).

Belajar tidak memandang usia, belajar dilakukan selamanya.

  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Menikah dengan Aminah. Seperti umumnya lelaki Minangkabau lainnya, setelah menikah, oleh keluarga istrinya ia diberi gelar Sutan Iskandar. Sejak itu, ia memakai gelar itu yang dipadukan dengan nama aslinya menjadi Nur Sutan Iskandar. Dari perkawinannya dengan Aminah itu, Nur Sutan memperoleh lima orang anak yakni Nursinah Supardo, Nursjiwan Iskandar, Nurma Zainal Abidin, Nurtinah Sudjarno, dan Nurbaity Iskandar. Dua dari lima anaknya, yaitu Nursinah Supardo dan Nursjiwan Iskandar menuruni bakatnya, menjadi seorang pengarang.

Tokoh Angkatan Balai Pustaka yang seangkatan dengan Merari Siregar, Marah Rusli, dan Hamka ini, wafat di Jakarta, 28 November 1975.

Nur Sutan Iskandar

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs : Taman Ismail Marzuki
Alamat URL : http://www.tamanismailmarzuki.com
Penulis : Dee Ann Rose
Tanggal akses : 19 November 2013

Komentar