Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Menulis Memoar: Mengapa Tidak?

Memoar bisa kita artikan sebagai sepenggal catatan kenang-kenangan hidup seorang individu. Lazimnya, memoar dibuat oleh politisi, mantan pejabat, mantan pimpinan militer, pebisnis, dan tokoh publik lainnya. Isi memoar "para tokoh" ini lebih banyak mengungkap sisi karier perjalanan hidup mereka ketimbang soal-soal yang menyangkut pribadi.

Pada perkembangan selanjutnya, memoar tidak melulu ditulis oleh seorang "tokoh". Orang awam pun kini sudah banyak yang menuliskan sisi-sisi kehidupannya yang menarik dalam karya tulis berbentuk memoar. Contohnya buku laris "Laskar Pelangi" yang ditulis oleh Andrea Hirata dan "Jakarta Under Cover" karya Moammar Emka, pada dasarnya jika ditilik dari penuturan penulisnya dapat dikategorikan sebagai memoar.

Memoar sepanjang hayat tentang perjalanan hidup diri yang kita tulis sendiri lazim disebut autobiografi, sedangkan bila ditulis oleh orang lain dinamakan biografi.

Menulis memoar

Bila kita menuliskan kesan-kesan atau peristiwa penting terhadap seseorang yang baru saja meninggal dinamakan in memoriam. Penulis terkemuka Indonesia yang ahli soal penulisan in memoriam adalah Rosihan Anwar. Tulisan Rosihan Anwar ini acap muncul di harian Kompas tatkala seorang tokoh publik terkemuka meninggal dunia. Artikel yang ditulis Rosihan Anwar itu sangat hidup, dan seolah-olah kita sebagai pembacanya turut serta dalam alur cerita yang dibuatnya.

Dalam sebuah wawancara di sebuah media massa, Rosihan mengakui "masih tajamnya ingatan" saat-saat menulis sebuah in memoriam. Walaupun Rosihan juga mengakui ada kekurangan-kekurangan dalam memoar yang ditulisnya lantaran hanya mengandalkan ingatan. Orang-orang kita seperti Rosihan Anwar itu kian langka jumlahnya.

Oleh karenanya, menulis sebuah memoar tidak bisa hanya mengandalkan ingatan belaka. Lantaran pendekatan yang hanya mengandalkan ingatan saja cenderung melahirkan penilaian yang bias sifatnya. Kadang pula, kekurangakuratan yang menyangkut detail nama orang (mungkin juga posisi dan jabatan yang disandang), tanggal, dan waktu tak terhindarkan dalam penulisan memoar yang hanya mengandalkan ingatan.

Namun demikian, agar mendekati penilaian objektif atas sebuah memoar yang kita tulis, diperlukan perangkat pembantu berupa bahan-bahan pendukung. Ketersediaan perangkat pendukung itu terletak pada soal arsip-mengarsip dokumen yang kita miliki. Arsip ini bisa berupa diary (catatan harian), foto, surat-surat masuk-keluar (organisasi, departemen, lembaga, maupun koleksi pribadi), piagam penghargaan, medali, trofi kejuaraan, penerbitan (newsletter, majalah, koran, situs web), dan lain sebagainya.

Namun, bila tidak memungkinkan tersedia, bahan-bahan pendukung tetap bisa dilacak ke lembaga ekstern yang telah membuka akses terhadap arsip-arsip yang dimilikinya. Pokoknya, hal ihwal informasi yang memiliki "nilai sejarah". Soal ini, saya rasa merupakan kelemahan dari hampir semua orang di Indonesia. Pesan yang ingin saya sampaikan pada para pembaca melalui tulisan ini adalah hendaknya kita mulai dari sekarang mendokumentasi dan mencatat "peristiwa penting" semua hal yang berkaitan dengan aktivitas kita keseharian.

Bila pembaca seorang tokoh, katakanlah mantan pejabat atau pimpinan militer, bahan-bahan dokumentasi itu bisa dijadikan sebuah buku memoar yang berguna untuk orang lain. Darinya, kita mendapat pengetahuan baru tentang suatu latar belakang peristiwa, atau mengapa suatu kebijakan tertentu harus dilakukan atau tidak dilakukan.

Namun, bila pembaca bukan seorang tokoh, bahan dokumentasi itu juga bisa kita jadikan buku memoar. Yang pembaca cetak terbatas dan bisa dibaca oleh minimal anak-cucu dan kerabat dekat. Paling tidak, sekecil apa pun peran yang pernah kita mainkan dalam hidup; tentang kesuksesan atau kegagalan; darma bakti buat lingkungan dan sebagainya bisa dijadikan suri teladan untuk generasi berikutnya.

Sekecil apa pun peran yang pernah kita mainkan dalam hidup.


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Ketimbang banyak peristiwa penting dalam hidup Anda lewat begitu saja, seyogianya mulai dari sekarang meluangkan waktu untuk menulis sebuah memoar. Siapa tahu pula, memoar yang Anda tulis itu bermanfaat bagi sesama. Barangkali pula, jika memoar tersebut dilirik dan diterbitkan oleh penerbit bisa mendatangkan rezeki tidak terduga. Mengapa tidak?

Menulis Memoar: Mengapa Tidak?

Diambil dan disunting dari:
Nama situs : Dwiki Setiyawan
Alamat URL : https://dwikisetiyawan.wordpress.com/2009/05/26/menulis-memoar-mengapa-tidak/
Penulis : Dwiki Setiawan
Tanggal akses : 7 November 2013

Komentar