Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Teknik Menulis Renungan

Penulis : Harianto G.P.

Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu". (Amsal 7:3, TB).

Menulis sebuah renungan tidaklah sulit, bahkan paling mudah dibandingkan dengan menulis paper, artikel, atau skripsi. Karena di samping halamannya sangat terbatas, kurang lebih satu sampai dua setengah halaman, juga tidak membutuhkan pemikiran yang ilmiah dengan penuh catatan kaki. Renungan hanyalah sebuah pendapat penulis dengan cara mengeksegese sebuah ayat atau perikop, disimpulkan, lalu direfleksikan ke konteks kehidupan kita sehari-hari. Dengan merefleksikan ayat-ayat ke dalam konteks kehidupan kita sehari-hari, maka akan membuat sebuah renungan menjadi hidup dan bermanfaat bagi para penikmat renungan.

A. Tujuan

Gambar: menulis

Menulis renungan mempunyai tujuan sebagai berikut:

Pertama, menjelaskan (Ulangan 27:8; Matius 13:36; Lukas 24:27; Kisah Para Rasul 11:4, 18:26) sesuatu persoalan firman Allah yang ada. Penjelasan ini jangan mengada-ada, tetapi sesuai apa yang dikatakan firman Allah.

Kedua, membantah (Kisah Para Rasul 15:2, 18:28, 23:9). Bukan membantah Tuhan, sebab kalau kita membantah Tuhan, maka kita akan mendapatkan hukuman yaitu murka-Nya (Yesaya 45:9). Membantah di sini adalah bila kita melihat firman Allah diselewengkan dan kita perlu meluruskannya, maka di sinilah fungsi menulis sebuah renungan: membantah firman yang diselewengkan menjadi benar.

Ketiga, mendukung (Ulangan 1:31;2Raja-raja 23:3) firman Allah.

Keempat, melontarkan gagasan baru yang mendidik (Amsal 6:23, 22:6, 29:17; Daniel 1:5; Kisah Para Rasul 7:22, 22:3; Efesus 6:4; 2 Timotius 3:16; Titus 2:4, 2:12).

Kelima, memberi jalan keluar (Keluaran 18:20; Ulangan 8:6, 26:17; 1 Raja-raja 2:3; 1 Samuel 12:23; Ayub 38:19; Mazmur 16:11, 23:3, 37:34, 51:15, 67:3, 139:24, 143:8; Amsal 3:17, 4:28; Yesaya 62:10; Daniel 4:37; Hosea 14:10; Yohanes 14:6; 1 Korintus 10:13) kepada orang yang sedang mengalami kesesakan.

Keenam, memberi peringatan atau menasihati (Keluaran 18:19; 1 Raja- raja 12:6; Mazmur 32:8, 73:24; Amsal 12:15, 13:10, 19:20; Kisah Para Rasul 20:2; Efesus 6:4; Filipi 2:1; 1 Timotius 1:5; Kisah Para Rasul 11:23, 13:43, 14:22; 2 Timotius 4:22; Titus 2:15; Ibrani 3:13; 1 Petrus 2:11, 5:12) saudara seiman yang sedang belok dari jalan Allah.

Ketujuh, memompakan semangat atau menghibur (Kisah Para Rasul 14:22; 1 Tesalonika 2:11; Yesaya 49:13, 61:2, 66:13; Yeremia 31:13; Matius 5:4; Yohanes 11:19; Kisah Para Rasul 13:15; Roma 1:12; 1 Korintus 14:3; 2 Korintus 1:4, 2:7, 7:4; Efesus 6:22; Kolose 4:8, 2:2; 1 Tesalonika 3:7, 5:14; 2 Tesalonika 2:17) agar saudara seiman yang sedang dalam kesesakan kembali berjalan dalam Allah, dan kembali menaruh harapan kepada Allah."

B. Macam-Macam Renungan

Sebenarnya macam renungan sama seperti macam-macam khotbah. Karena disamping bisa ditulis, juga bisa dikhotbahkan.

  • Renungan Topikal

    Renungan yang dilakukan secara topik yang bagian-bagian utamanya diambil dari topiknya atau pokoknya, lepas dari teks. Jadi, setiap bagian dari pokok ulasan mengandalkan arti yang sama dan mendukung topik utama yang diambil dari ayat-ayat dan kitab-kitab, baik dalam satu kitab, maupun dari kitab-kitab yang berbeda.
  • Renungan Tekstual

    Suatu renungan yang bagian-bagian utamanya diperoleh dari satu teks, yang terdiri atas suatu bagian Alkitab yang pendek. Setiap bagian ini dipakai suatu garis saran dan teks memberikan tema renungan itu. Jadi, renungan tekstual ini mengandalkan pada eksegese kata per kata, bukan kalimat per kalimat.
  • Renungan Ekspositori

    Suatu renungan dimana suatu bagian Alkitab yang pendek atau panjang diartikan dalam hubungan dengan satu tema atau pokok. Bagian terbesar materi renungan, diambil langsung dari nas Alkitab tersebut. Dan kerangkanya terdiri dari serangkaian ide, yang diuraikan secara bertahap dan berpangkal pada satu ide utama.

C. Model Kepenulisan (Ayat Bacaan, Pendahuluan, Pertanyaan, Uraian/Eksegese, Penutupan, Refleksi Pendahuluan Pertanyaan Uraian/Eksegese Penutupan Refleksi)

  • Ayat Bacaan

    Ayat bacaan ini digunakan sebagai dasar pembahasan renungan yang hendak dibahas. Ayat bacaan ini lebih baik satu perikop, tetapi bisa juga beberapa ayat dari perikop atau kitab yang berlainan. Hal ini tergantung kepada sasaran yang hendak dituju.
  • Pendahuluan

    Pembukaan renungan ini bisa dimulai dengan ilustrasi, pendapat seseorang, peristiwa, peribahasa, atau sebuah ayat, bahkan sepenggal perikop. Panjangnya tak lebih dari 10% atau satu alinea.
  • Pertanyaan

    Beri satu atau dua pertanyaan. Pertanyaan ini berkaitan dengan topik yang dibicarakan. Fungsi pertanyaan ini adalah memperlihatkan adanya persoalan dalam sebuah renungan itu, dimana persoalan ini yang nantinya harus dijawab dengan tuntas. Panjangnya setengah atau satu alinea.
  • Uraian (eksegese)

    Melakukan eksegese ayat baik secara per kata, maupun satu ayat yang dijadikan ayat bacaan. Biasanya hal ini dibagi menjadi dua sampai tiga butir kecil, dimana setelah membahas butir-butir kecil itu boleh diberi ilustrasi atau tidak sama sekali. Ini tergantung apakah eksegese tersebut sederhana (tidak rumit) untuk dipahami. Namun, bila susah untuk dipahami lebih baik diberi ilustrasi. Panjang uraian 60% atau empat sampai lima alinea. Dalam eksegese inilah yang menentukan, apakah renungan ini mendalam atau tidak. Kalau penguasaan bahasa aslinya Ibrani dan Yunani kita lemah, kemungkinan eksegese-nya tidak mendalam. Kalau kita hanya menggunakan eksegese untuk modal bahasa Indonesia, maka sudah pasti kita cukup meragukan hasilnya. Karena Alkitab Bahasa Indonesia yang diterjemahan LAI masih banyak kesalahan terjemahan. Jadi, sebagai eksegesetor kita harus selalu berorientasi ke bahasa aslinya.
  • Penutupan

    Menyimpulkan hasil eksegese. Penutup ini menentukan pengembangan refleksi, karena itu isi penutupan perlu sesuai dengan topik yang sedang dibahas, jangan membelokkan topik. Panjangnya 5% atau satu alinea.
  • Refleksi

    Apa yang telah dihasilkan dalam kesimpulkan direfleksikan kepada kehidupan pembaca, sehingga tujuan dari renungan itu sampai kepada pembaca. Peranan refleksi ini sangat penting. Kalau hasil eksegese itu baik dan tidak direfleksikan kepada pembaca, maka semua itu akan sia-sia. Bagi pembaca hasil eksegese itu masih merupakan bahan mentah yang harus diolah, kemudian oleh pembaca dimakan secara perlahan-lahan. Hasil refleksi akan dijadikan pedoman hidup bagi pembaca. Panjangnya 24,5% atau satu, atau dua alinea.

D. Posisi Ilustrasi Di mana?

Gambar: menulis di kertas

Ilustrasi merupakan penyegar yang sangat penting dalam sebuah renungan. Karena di samping ilustrasi itu untuk memperjelas arti dari eksegese atau refleksi, juga memperingan, atau mempersantai penyajian renungan itu. Pembaca tidak merasa atau menjadi bosan karena adanya ilustrasi. Ilustrasi bisa berupa sebuah peristiwa yang aktual atau peristiwa yang klasik (bersejarah), tentang keteladanan hidup para tokoh, peribahasa atau kutipan perkataan orang-orang "bijak". Ilustrasi bisa menekankan pada hal-hal humor atau serius. Hal ini tergantung kepada eksegese yang dilakukan, apakah berat atau ringan. Bila berat, lebih baik ilustrasinya humor, tetapi bila ringan lebih baik ilustrasinya yang serius.

E. Motivasi, Tekun, dan Bersungguh-sungguh

Lalu, bagaimana cara agar terampil menulis renungan? Jangan berpikir bahwa menulis renungan itu susah, tetapi sangat mudah. Yang perlu kita kembangkan dalam diri kita adalah motivasi, ketekunan, dan kesungguhan. Dengan motivasi bahwa diri kita ingin bisa menulis renungan, akan memudahkan kita untuk menghasilkan sebuah renungan. Dengan tekun terus-menerus berlatih menulis renungan, akan mempertajam daya pikir dan daya tulisan kita. Dengan sungguh-sungguh berharap renungan itu berbobot menulis renungan, maka semakin lama hasil renungan itu semakin berbobot.

"Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu". (Amsal 7:3, TB)

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Jadi, kunci agar bisa menulis renungan dengan baik adalah tidak memerlukan rumusan, seperti matematika dengan dalil-dalilnya yang harus kita hafal. Itu tidak perlu! Yang diperlukan adalah terus-menerus berlatih dengan tekun! Karena menulis renungan adalah sebuah keterampilan, maka keterampilan ini yang harus dilatih sepanjang hari, sepanjang waktu, dan sepanjang jam.

F. Sarana Renungan

Kalau kita sudah menghasilkan renungan, lalu sarana bagaimana yang bisa digunakan oleh sebuah renungan? Ini juga tidak sulit. Sebenarnya banyak sarana yang bisa kita gunakan seperti: berkhotbah, buletin-buletin gereja, warta jemaat, majalah-majalah Kristen, atau bahkan buku-buku renungan harian.

Nah, untuk hal ini, kita perlu banyak mencari tahu, terutama mengoleksi buletin-buletin gereja, warta jemaat, majalah-majalah Kristen, atau buku renungan harian untuk dipelajari, renungan harian yang bagaimana mereka butuhkan? Panjangnya, sasarannya atau pembaca, dan isinya. Bila kita sudah mempelajari apa yang dikehendaki oleh media tersebut, tinggal kita mencari waktu berhubungan dengan redaksi tersebut, dan barulah bila redaksi menyetujui kita menulis, maka kita menulis.

Kesimpulan

Keterampilan menulis sebenarnya mempersiapkan masa depan kita. Karena itu, penulis yang cukup produktif bernama C.S. Lewis mengatakan, "Masa depan adalah sesuatu yang setiap orang dapat mencapainya." Dan, Thornton Wilder berkata, "Masa depan adalah sesuatu yang paling mahal dan paling mewah di dunia."

Penulis Amsal pun mengatakan, "Masa depan sungguh ada, dan harapanmu ...", (Amsal 23:18). Lalu, disambung dengan (Amsal 24:14), yang berbunyi, "Jika engkau mendapatnya, maka ada masa depan." Jadi, jelas bahwa kita perlu meraih masa depan kita dengan cara menyiapkan sedini mungkin. Bila tidak, jangan berpikir bahwa Tuhan itu tidak adil, karena yang tidak adil adalah diri kita sendiri.

Bahan diambil dari:

Judul buku: : Teknik Penulisan Literatur
Penulis: : Harianto G.P.
Penerbit: : Agiamedia, Bandung, 2000
Halaman: : 106 - 112

Komentar