Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU
Menulis Kreatif dengan Otak Kanan dan Kiri
Gambar otak di atas menarik perhatian saya. Otak kiri menyerupai kantor elit yang ditata begitu sistematis dan dihuni orang-orang berseragam serba rapi. Mereka sangat tekun dan disiplin dalam bekerja. Sebaliknya, otak kanan menyerupai taman bermain yang ramai dikunjungi oleh orang-orang yang sedang melakukan beragam aktivitas. Mereka mengenakan pakaian yang berwarna-warni, bermain layang-layang, berjalan santai, berolahraga, melukis, bermeditasi, membaca buku. Lalu, apa hubungannya dengan menulis? Gambaran ini berkaitan dengan penelitian ilmiah tentang karakteristik dua belahan otak manusia. Otak kanan memunyai kekuatan emosional yang menyenangkan, menggemparkan, intuitif, imaginatif, spontan dan naif. Sedangkan otak kiri memunyai kekuatan intelektual yang disiplin, fokus, logis, kritis, cerdas dan cermat berbahasa. Tentu saja kita bisa memanfaatkan keunggulan kedua belahan otak kita untuk mengoptimalkan tulisan kita.
Menurut Roberta Jean Bryant, murid-murid dalam kelas menulis biasanya jatuh dalam dua kategori:
Pertama, murid-murid yang biasanya mampu menulis singkat, padat dan jelas. Tulisan mereka biasanya pendek, logis, dan sistematis, tetapi rasanya hambar. Para murid yang otak kirinya dominan ini sangat hebat menyampaikan fakta-fakta, tetapi kesulitan menulis fiksi.
Kedua, murid yang biasanya berjumlah lebih sedikit senang menulis berlembar- lembar halaman yang masih acak. Individu-individu ini mencintai proses menulis, tetapi mereka mengalami kesulitan saat menyusun tulisan mereka yang berlembar- lembar itu menjadi satu kesatuan. Mereka bermain cepat, tetapi tersesat dalam fakta-fakta.
Anda termasuk dalam kategori yang mana? Apapun kategorinya, kita bisa memanfaatkan keunggulan yang kita miliki dan meningkatkan kelemahan-kelemahan kita. Walaupun otak kanan dikabarkan "no- verbal", otak kanan sebenarnya memunyai bahasa. Otak kanan berbisik, meraung-raung dan meneriakkan bahasa emosi yang menggugah dengan kata-kata yang naif dan sederhana. Itulah sebabnya, banyak penulis tidak puas dengan draf pertama mereka. Akan tetapi, kita membutuhkan bahasa emosi ini dalam tulisan kita agar tidak terasa hambar. Kita sebaiknya menunda hasrat otak kiri untuk mengkritisi draf awal tulisan kita. Kemampuan otak kiri ini akan kita pakai saat mengoreksi tulisan kita. Penulis yang cenderung menggunakan otak kanannya akan menghasilkan karya yang penuh dengan visualisasi. Jika Anda lebih dominan menggunakan otak kiri, Anda menyukai ketepatan yang hanya dapat dipuaskan dalam proses penyuntingan tulisan Anda. Dengan latihan, Anda dapat membiasakan kedua sisi otak Anda bekerja sama seolah- olah sedang bermain ping-pong!
Lokakarya dan kursus-kursus menulis bisa membantu kita mengenali kekuatan dan kelebihan kita. Penulis dengan otak kiri yang dominan perlu lebih santai; mereka perlu menyingkirkan sejenak penilaian-penilaian kritis mereka saat menulis draf awal. Sedangkan, penulis yang otak kanannya lebih dominan perlu belajar menata dan memerhatikan detail-detail tulisan mereka supaya karya mereka mengalir lancar. Penulis yang baik dapat mengharmonisasikan kinerja otak kiri dan kanan sekaligus. Banyak penulis sukses menikmati kerja sama antara kedua belahan otak secara tidak sadar. Beberapa penulis lain membiarkan energi mereka mengalir bebas dalam menulis. Kemudian, barulah mereka melaksanakan tugas otak kiri dalam menyunting cerita dan buku-buku mereka.
Pernahkah Anda merasa ide-ide kreatif bermuncul seperti petasan di benak Anda? Pernahkah Anda mengalami kesulitan menuangkannya di atas kertas? Saya sering mengalaminya. Saya merasa seolah-olah ada kritikus yang selalu berusaha meredupkan petasan itu. Salah satu rintangan menulis yang sering saya hadapi adalah bisingnya pertimbangan-pertimbangan yang sebenarnya tidak perlu saya pikirkan saat menulis draf awal.
Menurut Jonru, cara mengatasi hambatan itu adalah dengan mengaktifkan otak kanan kita. Saya perlu menulis secara spontan, intuitif dan bebas. Saya akan menuliskan apapun yang terlintas di kepala saya. Memang benar, ketika kita menulis bebas, kita perlu menyingkirkan dahulu segala penilaian kritis yang bisa menghambat proses kreatif kita. Buanglah jauh-jauh apa yang menghantui diri kita sampai kita merampungkan draf awalnya.
Setelah tahapan itu selesai, poleslah tulisan Anda dengan kecermatan otak kiri. Bila ada salah ketik, saatnya diperbaiki. Bila pilihan kata-katanya kurang padu, pangkaslah dan pilihlah yang tepat. Bila topiknya melebar ke mana- mana, saatnya difokuskan ke tujuan semula. Bila susunan antar paragrafnya kurang memuaskan, susunlah dengan baik. Tunjukkan pesona kritikus otak kiri Anda.
Roberta Jean Bryant dalam bukunya, "Anybody Can Write" memberikan skenario unik yang menggambarkan kerjasama otak kiri dan otak kanan ketika menulis:
Otak kanan mengatakan, "Wah! Ide yang bagus." Letusan ide yang berpadu dengan koneksi intuitif ini menghasilkan kegembiraan.
Otak kiri setuju, "Tampaknya bisa menjadi sebuah buku."
Otak kiri mulai membuat catatan-catatan.
Otak kanan mulai melukiskan kata-kata, bermain-main dengan detail-detail kecil, merangkai kata-kata dengan bahasa non-linear yang masih kacau.
Otak kiri turut bermain; dia menyusun ide dan catatan, membuat daftar tugas- tugas, dan mengatur jadwal.
Otak kanan menjelajahi indera, emosi, dan imajinasi sehingga menciptakan kreatifitas yang tinggi.
Otak kanan memberikan kejutan-kejutan pada bahan yang masih mentah. Akhirnya, saat otak kanan kehabisan tenaga, dia memanggil otak kiri untuk berkonsultasi dengannya.
Otak kiri mengevaluasi draf awal yang masih kacau. Dia membutuhkan waktu untuk menyunting, menyarankan perubahan-perubahan struktural, mengarahkan proses penyuntingan dan menyusun bahan dengan logis.
Otak kanan dan otak kiri berkolaborasi dalam proses penyuntingan, penyuntingan dan penyuntingan!
Otak kiri mengambil waktu untuk mengedit dan memangkas dengan kejam bagian- bagian yang menyimpang dan kata-kata yang basi dan terus diulang. Dia meningkatkan kecermatan berbahasa dalam tulisannya; dia juga memotong frase- frase kesukaan Anda yang tidak sesuai dengan cerita.
Otak kanan melihat buku secara keseluruhan dan bertanya, "Bagaimana? Apakah memuaskan? Apakah bagian-bagian dan elemen-elemennya sudah seimbang?" Jika tidak, otak kanan mencari ilham untuk memperbaikinya.
Otak kiri menyusun draf naskah yang final, memoles tata bahasa, menggunakan kamus untuk memeriksa ejaan dan makna kata yang digunakan. Kemudian, saat buku itu dipasarkan, otak kiri mencari penerbit dan memikirkan strategi penerbitannya. Otak kanan membantu menciptakan pemasaran yang kreatif.
Referensi:
Bryant, Roberta Jean. 2002. Anybody Can Write. New York: Barnes & Noble, Inc.
Jonru. Kiat Menulis Bebas: Kiat Paling Jitu agar Kita Selalu Lancar Menulis! Dalam http://www.jonru.net
- 2464 reads