Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Nobertus Riantiarno

Diringkas oleh: Santi T.

Nobertus Riantiarno (Nano) lahir pada 6 Juni 1949 di Cirebon, Jawa Barat. Terlibat dalam teater sejak 1965. Sesudah tamat SMA (1967), ia kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta, dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (1971). N. Riantiarno mendirikan Teater Koma, 1 Maret 1977, dan pernah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi hingga 2006.

Nobertus Riantiarno

Sebagian besar karya panggungnya ia tulis sendiri, seperti Rumah Kertas, J.J Atawa Jian Juhro, Maaf.Maaf.Maaf, dan masih banyak lagi. Karya penulis kelas dunia juga pernah ia pentaskan, antara lain Woyzeck/Georg Buchner, The Threepenny Opera dan The Good Person of Shechzwan/Bertolt Brecht, Women in Parliament/Aristophanes, dll.. Selain itu, ia juga menulis skenario film dan televisi, dan novel. Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari Departemen P&K atas nama Pemerintah Republik Indonesia juga pernah ia terima pada tahun 1993. Film "CEMENG2005" (The Last Primadona), 1995, yang diproduksi oleh Dewan Film Nasional Indonesia, menjadi film layar lebar perdananya. Pada tahun 1999, ia meraih penghargaan dari Forum Film Bandung untuk serial film televisi berjudul "Kupu-Kupu Ungu" sebagai Penulis Skenario Terpuji 1999. Forum yang sama mematok film televisi karyanya (berkisah tentang pembauran), Cinta Terhalang Tembok, sebagai Film Miniseri Televisi Terbaik, 2002. Ia pernah berkeliling Indonesia (1975) dan beberapa negara (Jepang, Skandinavia, Inggris, Prancis, dll.) untuk mengamati teater rakyat dan kesenian tradisi.

Karier

N. Riantiarno pernah menjabat sebagai Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (1985 -- 1990), anggota Komite Artistik Seni Pentas untuk KIAS (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat) 1991 -- 1992, dan anggota Board of Artistic Art Summit Indonesia (2004). Juga konseptor dari Jakarta Performing Art Market/PASTOJAK (Pasar Tontonan Jakarta I), 1997, yang diselenggarakan selama satu bulan penuh di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Menulis dan menyutradarai 4 pentas multimedia kolosal, yaitu Rama-Shinta (1994), Opera Mahabharata (1996), Opera Anoman (1998), dan Bende Ancol (1999). Ia terlibat dalam mendirikan majalah ZAMAN (1979) dan bekerja sebagai redaktur (1979 -- 1985), majalah MATRA (1986), bekerja sebagai Pemimpin Redaksi, dan pensiun sebagai wartawan (2001). Kini, ia fokus sebagai seniman dan pekerja teater.

Penghargaan

Kita masih butuh teater, dengan naskah yang memberitahu bahwa yang jelek tetap jelek, yang bagus tetap bagus.

  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Ia meraih Penghargaan Sastra 1998 dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, sekaligus SEA WRITE AWARD 1998 dari Raja Thailand, di Bangkok, untuk karyanya "Semar Gugat". Sejak 1997, ia menjabat Wakil Presiden PEN Indonesia. Pada tahun 1999, ia menerima Piagam Penghargaan dari Menparsenibud (Menteri Pariwisata Seni & Budaya) sebagai Seniman & Budayawan Berprestasi. Karya pentasnya "Sampek Engtay" (2004) masuk MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai karya pentas yang telah digelar selama 80 kali selama 16 tahun dan dengan 8 pemain serta 4 pemusik yang sama. N. Riantiarno menjabat sebagai artistic founder dan evaluator dari Lembaga Pendidikan Seni Pertunjukan PPAS, Practise Performing Art School di Singapura. Pengajar pascasarjana di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), Solo. Bukunya berjudul "Menyentuh Teater" dan "Tanya Jawab Seputar Teater Kita" menjadi sebuah buku panduan teater bagi para pekerja seni pertunjukan.

Diringkas dari:
Nama situs : Teater Koma
Alamat URL : http://www.teaterkoma.org/index.php/profil/angkatan-pendiri/36-profil/angkatan-pendiri/47-n-riantiarno
Judul asli artikel : N. Riantiarno
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 11 Maret 2016

Komentar