Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU
Menulis Seni Mengungkapkan Hati
Menulis, Budaya Langka
Oleh Tony Tedjo
Budaya menulis menjadi barang langka di kalangan masyarakat Indonesia, termasuk di kalangan pendidikan. Menulis merupakan suatu hal mengerikan bagi sebagian orang, sehingga mereka berusaha menjauhi dan menghindarinya. Budaya menulis setingkat lebih tinggi dari budaya membaca. Masyarakat kita pada dasarnya masih berada pada tahap budaya membaca. Itupun masih terus diupayakan agar minat membaca di Indonesia terus meningkat. Kebiasaan anak-anak Indonesia peringkatnya paling rendah (skor 51,7). Skor ini di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5). Bukan itu saja, kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, hanya 30%. Hasil survey juga menunjukkan minat baca, diukur dari kemampuan membaca rata-rata, para siswa SD dan SMP di Indonesia menduduki urutan ke-38 dan ke-34 dari 39 negara. Rendahnya minat baca siswa ini juga karena masyarakat Indonesia belum menempatkan buku sebagai kebutuhan pokok, setelah pangan, sandang, dan papan.
[block:views=similarterms-block_1]
Hal ini mendorong pemerintah untuk memotivasi setiap orang dari anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, hingga lansia untuk gemar membaca. Sebab dengan makin sadarnya masyarakat Indonesia akan membaca, membuat orang menjadi pandai. Dampaknya, kehidupan masyarakat dan bangsa pun akan maju. Bila budaya membaca ini sudah menyeluruh, baru meningkat pada budaya menulis.
Orang yang hendak menjadi penulis harus mau membaca. Mau tidak mau ia harus membiasakan diri untuk membaca. Jadi menulis tanpa membaca tidak akan bisa, sebab keduanya berkaitan. Akan tetapi, orang yang suka membaca belum tentu secara otomatis dapat menulis dan menjadi penulis. Dengan banyak membaca, maka tulisan yang dihasilkan akan semakin kreatif dan berbobot.
Menulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung pengertian melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Hal serupa yang mirip dengan menulis adalah mengarang, yang dipahami sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami tepat seperti yang dimaksudkan oleh pengarang.
Menulis merupakan sebuah seni, mengapa? Karena dalam menuangkan ide seorang pengarang ke dalam sebuah tulisan itu bebas, sesuai dengan kreatifitas dan daya seni seseorang. Kata seni mengandung arti keahlian membuat karya yang bermutu atau kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi dan luar biasa. Menulis berarti menuangkan isi hati si penulis ke dalam bentuk tulisan, sehingga maksud hati penulis bisa diketahui banyak orang melalui tulisan yang dituliskan. Kemampuan seseorang dalam menuangkan isi hatinya ke dalam sebuah tulisan sangatlah berbeda, dipengaruhi oleh latar belakang penulis. Dengan demikian mutu atau kualitas tulisan setiap penulis berbeda pula satu sama lain, tergantung dari keahlian dan daya kreativitas seseorang dalam menuangkan gagasannya menjadi sebuah tulisan.
Ada anggapan keliru yang berkembang di masyarakat, yakni pandangan bahwa orang yang bisa menulis hanyalah mereka yang berbakat atau yang diberi karunia khusus saja untuk menulis. Dan orang yang tidak berbakat atau tidak punya karunia untuk menulis tidak bisa menulis. Ini anggapan yang salah besar. Siapa bilang menjadi penulis hanyalah bagi mereka yang punya bakat saja? Ternyata, setiap orang pun punya kesempatan besar menjadi seorang penulis. Sebut saja artis film Bella Saphira yang beberapa waktu lalu meluncurkan sebuah buku karangannya yang berisi pengalaman hidupnya ditambah dengan cerita-cerita yang penuh motivasi bagi anak-anak usia di atas 20 tahun. Ada juga artis Annastya Yuntya Eka Wardhani alias Asti Ananta, mempunyai keinginan menjadi seorang penulis. Satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu bakat seseorang hanya 10%, sisanya 90% adalah kemauan dan latihan, begitulah pengakuan dari Gary Provost dalam buku One Hundred Ways to Improve Your Writing. Jadi jelaskan bahwa kemauan jauh lebih penting dari pada kemampuan seseorang.
Memang, orang yang berbakat menulis sejak kecil akan sangat mudah bila dia mau menjadi penulis. Namun, bila bakat ini tidak dikembangkan, hanya dipendam saja, seperti seorang yang menerima satu talenta dalam perumpamaan Tuhan Yesus, maka akan sia-sia saja. Bagi mereka yang tidak berbakat menulis, tidak ada kata mustahil untuk menjadi penulis. Sebab, semua orang mempunyai kesempatan yang sama besar untuk menjadi penulis. Asal saja dia punya tekad dan mau berlatih untuk menulis. Salah satunya adalah dengan memperbanyak membaca buku-buku mengenai literatur. Sehingga wawasan dan cara pandangnya semakin luas dan terbuka.
Diambil dari buku Menulis Seni Mengungkapkan Hati
Karya: Tony Tedjo
Penerbit: AGAPE Bandung
- 7265 reads