Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Writing Tresno Jalaran Soko Kulino?

Oleh: David Andreas

WRITING CALL
Mantan Perdana Menteri Inggris yang kesohor, Winston Churchill pernah mengatakan demikian: "Dalam fase pertama, menulis mungkin merupakan kesenangan atau suatu permainan. Tetapi ketika memasuki fase kelima, menulis akan menjadi suatu tiran yang mengatur hidup Anda!" (James Collins: BUILT TO LAST. ERLANGGA: Jakarta, 2001).[block:views=similarterms-block_1]

KECAMBAH IDE
Beberapa orang, kalau tidak dikatakan banyak orang, bertanya bagaimana saya memunyai waktu dan ide seolah tak pernah habis untuk menulis selama ini setiap dua minggu tanpa pernah absen di Ens, bahkan kadang lebih dari satu karangan. Rahasianya justru ketemu saat tahun keempat di Ens. Pada tiga tahun pertama, biasanya secara spontan dan teratur ide itu muncul begitu saja seperti kecambah di otak saya (saya percaya Tuhan menaruh benih ini dengan sengaja, seperti tanah yang ditanami). Tapi berikutnya, Tuhan meletakkan beberapa benih, yang harus saya tulis secepatnya supaya benih itu tidak hilang tersapu angin peristiwa atau dimakan burung kelupaan. Pekerjaan menulis itu saya analogikan dengan petani yang menebar benih.. Pena/pen/kibor adalah cangkul untuk membajak, sedang kertas atau layar monitor adalah tanahnya. Benihnya adalah apa saja yang menarik perhatian kita. Dan medianya (lembar cetakan, website) kita umpamakan sebagai pasar menjualnya. Beberapa orang mungkin bisa memetik dan menikmati karya-karya yang terpampang di sini, beberapa mungkin bisa mengembangkan atau memanfatkannya.

JALANNYA PENULIS JALANAN
Saya mencatat kadang satu ide, satu huruf, satu kata atau sukunya, satu kalimat, satu /? /sepersekian alinea. Di mana pun dan kapan pun begitu ada kesempatan, saya tergopoh mencatatnya. Sering saya harus mencari-curi waktu untuk menorehkan ide. Kadang sewaktu mengemudi, ide itu muncul dan terpaksa saya meminggirkan kendaraan saya dan menyatat dalam memo kecil yang sengaja sudah saya siapkan untuk "pewahyuan" ini.

Saya sampai menyebut diri saya sebagai: "Penulis Jalanan." Kalau lagi jalan-jalan di Plasa-mal, atau lagi makan; tiba-tiba sekelebat muncul ide. Maka terpaksa saya harus menghentikan kegiatan. Saya menyatatnya, seperti yang sudah saya utarakan tadi di atas memo, tapi kalau tidak ada bisa juga di kertas parkir, struk ATM, sobekan nota, bekas bungkus, warta mingguan, balik brosur, atau di ponsel. Tapi kalau tidak memungkinkan, saya harus bersusah payah mengingat-ingat terus sampai suatu kejadian yang tidak bisa diinterupsi selesai (misal, terburu-buru mengemudi, dalam tengah khotbah atau pertunjukkan yang menarik), baru saya buru-buru menyatatnya begitu ada kesempatan pertama.

Kadang sewaktu melakukan buang air besar, muncul ide itu (terbanyak). Kadang pada malam jahanam ketika tubuh sudah seperti pingsan, capek dan sakit, ngantuk dan ingin ambruk; ketika saya sudah hampir terlelap, seenaknya saja ide itu muncul menyembur-nyembur, menarik- narik menendang-nendang, sehingga saya setengah sempoyongan melawan natur tidur dan ? ngelindur; menyalakan lampu, menyatat, dan lalu kembali melelap dengan lebih lega dan legawa. Yah, seperti budak, pemadam kebakaran atau tentara yang harus taat pada "Tuan Tulis". Apa ini adalah writecolic? Menulis sering juga menguras energi, sebaliknya bisa juga menyegarkan. Ini adalah karunia sekaligus kutuk bagi yang tidak bijaksana menyikapinya. Paling nikmat adalah ketika ide itu muncul ketika di depan saya ada selembar kertas besar putih bersih dan sepotong alat tulis yang nyaman. Atau ketika saya tepat di depan monitor komputer, begitu jemari menempel di tombol kibor empuk, dan ketika ide-ide langsung dapat saya tuangkan dengan lancar.

TIDAK HANYA KEBELET
Namun butuh bertahun-tahun ketika kedisiplinan, kemendesakan, dan kegairahan tercampur aduk menjadi suatu kebiasaan yang memicu hormon adrenalin dan endhorpin. Sering seiring dengan waktu, saya menyadari bahwa saya tak bisa hanya mengandalkan gairah, keinginan atau rasa kebelet nulis saja sehingga saya menulis. Menulis juga adalah suatu keterpaksaan, penjajahan terhadap diri sendiri, pemenjaraan tubuh untuk tetap lekat di kursi menghadap monitor dan meletakkan tangan pada kibor/tetikus. Kadang rasa bosan, capek, jenuh, macet, mandeg, muncul silih berganti. Kalau sudah begini, maka saya lalu terpaksa berhenti dan melakukan aktifitas lain seperti tidur, leyeh-leyeh, baca buku koran majalah brosur, lihat-lihat pemandangan plasamal, ke luar kota, main game freecell, makan, nyamil, minum kopi coklat teh jus, jalan hilir mudik, garuk-garuk kepala. Sering muncul juga ide-ide dari percakapan-percakapan, pertanyaan-pertanyaan, pernyataan-pernyataan dari anak-anak dan anak-anak saya, kekasih, teman-teman, atau lainnya.

LAYAN TULIS, TULIS LAYAN
Dalam pelayanan menulis ini, kekasih saya justru lebih sering cemburu kepada Ens daripada kepada wanita lain. Sering kebersamaan dengan keluarga kubatasi atau kuhentikan jika desakan untuk menulis memanggil-manggil. Memang, sering menulis lebih menggairahkan daripada makanan, permainan, busana, atau benda-benda lain. Ada perasaan katarsis, ekstasi, penyucian diri, ketagihan, pelepasan, penghiburan, peneguran, meditasi, ketika menulis. Menemukan kebenaran saat menulis.

MENULIS KEBENARAN, KEBENARAN MENULIS.
Maka tak heran saya mengapa Musa menulis 5 kitab tebal, atau Daud keranjingan menulis Mazmurnya, atau Paulus yang asyik menulis 13 kitab di Perjanjian Baru (menurut sejarah, masih banyak tulisan Paulus yang lainnya lagi namun tidak dimasukkan ke Alkitab). Bukan saja nabi, raja, imam, jendral, pemimpin, birokrat pemerintah, pegawai pajak, dokter, yang menulis di Alkitab; dari kalangan kelas bawah seperti gembala, tukang kayu atau nelayan juga ikutan. Ternyata sejarah tulis-menulis di Alkitab itu panjang, inilah tradisi yang harus dibikin lestari.

EDITING ADALAH TERPENTING
Kembali ke ide, bagaimana nasibnya setelah saya mencatatnya? Ada ide yang tetap saja seperti itu selama berbulan-bulan tanpa perkembangan. Ada beberapa ide yang saya inkubasikan, karantinakan, suakakan, bahkan peties-kan. Ada beberapa ide yang tumbuh bersamaan. Dan ketika sudah matang, saya petik dan kupas sesuai kebutuhan. Ada ide yang memaksa saya untuk berdisiplin menuliskannya sampai habis. Kadang ide itu bersahut-sahutan tanpa henti selama beberapa menit, jam bahkan minggu. Jarang, tapi kadang terjadi hujan dan banjir ide. Saya kadang berlompat-lompatan, mengapung, menyelam, berenang, berendam, berciprat-cipratan ide. Tapi sebaliknya juga sering terjadi yaitu kemarau ide, sungai ide berhenti mengalir, danau ide kering, di mana- mana muncul sahara, padang pasir kering, tumbuhan layu, batang meretak, bunga kuncup dan buah keriput. Kadang ide yang sudah terlupa, muncul beberapa tahun kemudian. Kadang kehilangan semua ide, sehingga harus menggali begitu dalam dengan cara-cara yang tidak biasa dan mengada-ada, mencermati setiap peristiwa. Tapi paling kaya ide adalah sehabis saya membaca buku-buku. Wuah, bisa banjir ini kepala. Tapi semua ide harus diedit. Tanpa edit, ide hanya sebutir kecambah yang tak bertunas. Edit adalah paling sulit. Sering dibutuhkan waktu dan kerja otak 3 kali lipat atau 300 kali lipat untuk menyempurnakannya. Kalau menulis saya analogikan dengan kegiatan bertani, maka mengedit adalah seperti kegiatan pematung tanah liat.

Kadang suatu naskah sudah selesai dalam beberapa menit atau jam saja, tapi bisa saja butuh waktu berbulan-bulan atau tahunan. Tapi yang lebih sering adalah beberapa hari atau minggu. Kadang suatu naskah sudah hampir lengkap di angan saya bahkan sebelum tertulis di alam nyata. Kalau saya kelihatannya banyak berkarya, kadang lebih dari satu/terbit, itu bukan karena saya adalah mesin/pabrik pembuat tulisan atau fasih menulis. Tapi saya memanen ide-ide yang sudah masak bersamaan, ide-ide editan dan telah dikembangkan serta hanya perlu sedikit penyelesaian akhir saja. Sejujurnya, saya tidak pernah puas akan tulisan saya, bahkan seusai dicetak-edarkan. Terus saja ingin mengedit, memperbaiki, menyempurnakan, setiap kali membaca ulang. Penyesalan yang kekal!

PASTI TUHAN!
Pasti Tuhan sudah merencanakan akan adanya arang, tinta, kuas, pensil, bolpen, kulit dan daun, lontar, kertas, buku, tape recorder, komputer, ketika Dia menjadikan dunia. Pasti Tuhan telah merancang jari-jemari manusia yang berbeda dengan cakar, sirip atau sayap hewan, dengan maksud supaya tangan itu menulis atau memijit tombol kibor huruf angka. Pasti Tuhan sebelumnya mendisain dunia tulis dan baca, bukan hanya dunia pegang dan lihat. Pasti Tuhan melihat kumpulan manusia pembaca dan manusia penulis, ketika pada tiba saatnya firmanNya mulai dituliskan, ketika firmanNya mulai dibacakan; setelah sebelumnya firmanNya hanya bisa didengarkan. Pasti itu!


Lebih lengkap lihat di www.elyonews.org

Sumber : Elyonews 01/VII Vol. 139
Oleh: David Andreas

Komentar