Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Renungan Natal

Bacaan:

  1. Yesaya 62:11-12. Sion-Yerusalem tidak akan ditinggalkan lagi tapi akan disebut "yang dicari", oleh karena sekumpulan umat Tuhan yang kudus.

  2. Titus 3:4-7. Pada saat kebaikan dan kasih Allah dinyatakan, Dia menyelamatkan kita oleh karena kemurahan-Nya melalui baptisan kelahiran baru dan pembaruan kita oleh Roh Kudus.

  3. Lukas 2:15-20. Para gembala cepat-cepat datang. Sekali melihat, mereka mengerti. Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.

Saat ini kita merayakan Natal. Bacaan yang kita dengar hari ini menyatakan kejadian bersejarah yakni inkarnasi Allah menjadi manusia melalui kelahiran Yesus Kristus. Dalam bacaan kedua kita diberitahu bahwa keselamatan kita adalah anugerah cuma-cuma dari Allah yang sangat mengasihi kita. Oleh karena kemurahan-Nya kita diperbarui. Bacaan ini mengingatkan saya pada sebuah kisah yang saya dengar baru-baru ini yang ingin saya ceritakan kepada Anda.

Ada sebuah cerita pendek tentang pasangan yang tidak memiliki anak. Mereka membesarkan keponakan mereka, David, yang yatim piatu. Saat ini David meninggalkan mereka untuk kuliah. Mereka bertiga berdiri di peron stasiun menunggu kereta api yang akan menjemput David. David memandang paman dan bibinya. Bibinya berdiri dengan tangannya yang sudah keriput dan menelungkup kaku karena dia menjual buah dan sayur-sayuran di luar apa pun cuacanya. Wajahnya, yang diselimuti dengan selendang yang usang, tampak kemerah-merahan, bulat, dan selalu tersenyum. Tubuhnya yang besar lebih terbiasa mengenakan setengah lusin baju hangat sekaligus, alih-alih sebuah jas. Rambutnya seperti warna rembulan, tapi matanya yang hitam tetap cerah.

Si paman memunyai tubuh yang kurus dan kuat, tetapi tubuhnya bungkuk karena ia terlalu banyak mengangkat buah dan sayuran selama bertahun-tahun; kulitnya terbakar, berwarna kehitam-hitaman; wajahnya keriput; dan mulutnya miring. Merekalah pasangan tanpa anak yang membawa David si yatim piatu ke rumah mereka dan merawatnya sejak umur 7 tahun. Mereka tidak mau dipanggil ibu dan bapak karena takut jika David melupakan orangtua kandungnya. David meraih tangan kasar penjual itu dengan tangannya yang lembut dan bersih. "Bagaimana aku bisa membalas budi Paman dan Bibi berdua atas semua perlakuan Paman dan Bibi kepadaku?" Pamannya menjawab dengan lembut, "David, ada sebuah peribahasa, "kasih orangtua diberikan kepada anak-anaknya, tetapi kasih anak-anak diberikan kepada anak-anak mereka."" "Tidak juga," protes David, "Aku selalu berusaha untuk ..."

"David," bibinya menyela. "Yang pamanmu ingin katakan adalah bahwa kasih sayang orangtua tidak mengharapkan balasan. Kasih sayang itu hanya bisa dibagikan."

David ingin membalas kebaikan orangtua angkatnya. David dididik dan tahu tentang "logika pasar", yaitu bahwa dia berhutang kepada paman dan bibinya untuk tempat tinggalnya, makanan, pakaian, pendidikan, dan lebih penting lagi, kasih sayang dan kesejahteraan yang dia terima dari mereka selama bertahun-tahun. Jadi, dalam semangat logika ini, dia akan mencari cara untuk membalas pemberian mereka kepadanya. Seperti Paus Benediktus dengan bijak menggambarkan dalam surat ensiklik "Caritas et Veritate", "logika pasar" tidak bisa mencapai tujuan dari kemajuan manusia atau menjamin kebutuhan utama manusia lebih dari apa yang dimiliki. Pasar tidak cukup untuk membesarkan anak-anak, melindungi derajat manusia, dan meningkatkan kebaikan. Bahkan, jika tidak diawasi dengan baik, pasar dapat menyalahgunakan kekayaan dan membahayakan umat manusia seperti yang telah kita saksikan.

Berkat hikmat dan pengalaman mereka, paman dan bibi memahami hal ini dan berusaha menjelaskannya kepada David.

Paus Benediktus juga menulis tentang "logika pemberian", dia melawan teori ekonomi dan menunjukkan betapa pentingnya menjadi seseorang seperti paman dan bibinya David. Mereka tahu bahwa membesarkan anak itu didasarkan pada prinsip keikhlasan memberi dengan cuma-cuma, tanpa syarat, tidak egois, dan murah hati. Mereka tahu bahwa manusia tidak digerakkan oleh permintaan dan penawaran yang tidak terlihat, tapi oleh hati manusia yang ilahi. Oleh karenanya, hal itu menjadi sumber kekuatan yang melampaui tuntutan atas keadilan. Paus melanjutkan surat ensikliknya dan menjelaskan bahwa "logika pemberian" menuntut pengakuan si Pemberi, yaitu Allah, dan dunia adalah pemberian Allah.

Allah bahkan masuk ke dunia ini dengan segala keberhasilan dan kegagalannya sehingga kita tahu betapa pentingnya kata "pemberian" dalam hidup kita. Prinsip pemberian cuma-cuma ini memerlukan kemurahan hati yang tidak terbatas. Prinsip ini menjadi dasar untuk memulihkan ikatan hubungan penting yang membuat manusia lebih manusiawi. Prinsip ini merupakan dasar dari solidaritas universal.

Perhatikan bagaimana paman dan bibi ini menyerupai Allah. Mereka memberi dengan cuma-cuma, tanpa meminta balasan dalam bentuk apa pun. Allah juga demikian. Apa pun yang kita lakukan, kita tetap tidak akan mampu mengembalikan apa yang telah kita terima di dunia ini. Natal adalah perayaan tentang pemberian Allah secara cuma-cuma atas semua ciptaan-Nya dan anak-Nya yang telah menunjukkan kepada kita cara memberi dengan murah hati. (t/Setya)

Diambil dan diterjemahkan dari:

Judul asli artikel : Christmas Reflection
Penulis : Fr. Ronan Newbold, CP
Nama situs : Lectionary Reflections
Alamat URL :

http://www.passionistjpic.org/

Tanggal akses : 22 September 2010

Komentar