Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU
Pentingnya Berbahasa Indonesia Baku
Malam minggu ini, saya menemukan tayangan waras dari Metro TV, yaitu Idenesia; Ide untuk Indonesia yang dipresenteri Yovie Widiyanto, seorang musisi berkualitas dari Indonesia yang ternyata punya kemampuan mengarahkan acara dengan bagus. Tidak menyangka saya. Tayangan yang baru saya sadari itu membahas tentang bahasa baku Indonesia dengan tema, kalau tidak salah "Bahasa Indonesia Bisa Juga Gaul".
Narasumber yang dihadirkan adalah blogger, Raditya Dika, seorang presenter perempuan yang saya lupa namanya dan budayawan -- sastrawan, Radhar Panca Dahana.
Hal ini menarik karena fenomena bahasa nonbaku yang sering digunakan anak muda, atau yang lebih dikenal sebagai bahasa "alay" atau gaul, mendapat pandangan dari dua generasi yang berbeda. Dua dari sudut pandang anak muda dan perwakilan dari rakyat sipil yang "awam" mengenai tata bahasa baku. Dan, yang satunya dari profesional.
Pada kesimpulannya, kita akan menemukan betapa kita memang harus menempatkan kapan dan terhadap siapa kita memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar karena menurut Radhar, penggunaan bahasa itu terbagi menjadi tiga. Satu, bahasa konseptual; dua, bahasa praktik; tiga, bahasa puitik.
Apa yang kita kenal dengan bahasa alay atau dengan teks percampuran huruf angka yang ngetren pada medio 2009, adalah bahasa praktik. Bahasa keseharian dengan kata ganti "lo, gue", baik yang kita gunakan sebagai komunikasi langsung ataupun tulisan blogger, masuk ke dalam bahasa praktik. Kesimpulannya, hal ini tentu dilegalkan karena mobilitas sosial tidak pernah mengenal kata baku. Ada yang tua, berarti ada yang muda. Mereka yang muda mencari 'cara' agar identitasnya berbeda dari seniornya. Maka, mereka membuat kosakata yang hanya dimengerti oleh mereka, yang kemudian diikuti oleh yang sebaya dengan dirinya.
Bahasa konseptual, adalah ketika kita menggunakan bahasa atas pertimbangan kapan dan terhadap siapa kita berbicara. Contohnya ketika kita berpidato kenegaraan, kita wajib menggunakan bahasa Indonesia baku. Presentasi makalah di kelas, wawancara kerja, ujian sidang, adalah contoh lainnya. Di media teks, tulisan karya ilmiah wajib menggunakan bahasa Indonesia sesuai EYD. Contohnya skripsi, tugas mata kuliah, mata pelajaran, dan sejenisnya.
Bahasa puitik, adalah bahasa penuh ambiguitas dan multitafsir. Digunakan dalam karya sastra jenis puitik, dan deskripsi cerpen atau novel yang acap kali memerlukan dramatisasi teks seperti kalimat penuh perumpamaan. Jadi, kita akan menemukan bahasa puitik dalam karya fiksi seperti novel, cerpen, cerbung, atau teks drama. Dalam ranah perfilman, kita juga bisa menemukan bahasa puitik karena bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai dalam cerminan kehidupan manusia (film). Lagi pula, tanpa skenario, sebuah film tidak akan pernah ada. Beberapa film menggunakan teknis bahasa puitik karena biasanya film di luar mainstream ini kurang mendapat perhatian masyarakat luas.
Kemudian, pada akhirnya, kita diberi keleluasaan untuk menggunakan bahasa sesuai porsi dan situasi. Secara pribadi, saya tidak risih dengan temuan bahasa-bahasa alay dari anak muda zaman sekarang. Itu hanya sebatas membuat saya tersenyum sambil makan rambutan. Saya hanya khawatir, jika tata bahasa alay/gaul itu terus dipelihara, bukan tidak mungkin anak/pengguna bahasa yang bersangkutan akan menemukan kesulitan ketika dia beranjak dewasa.
Dalam dunia kerja atau dunia akademik misalnya, seseorang akan terlihat "terdidik" dan "berisi" jika mampu menggunakan bahasa Indonesia baku. Jadi, mari kembali memahami dan belajar mengenai penggunaan bahasa Indonesia baku yang baik dan benar, yang bisa kita pelajari dengan mudah dengan membaca koran nasional, cerpen, novel/karya sastra Indonesia, atau menonton program berita Indonesia. Meski untuk memahami pungtuasi/tanda baca, akan lebih efektif jika kita rajin baca koran pagi (harian Kompas terutama).
Dan, tahukah Anda, jika kita punya kemampuan bahasa Indonesia yang baik, hal itu akan membuat diri kita lebih mudah menganalisis dan menuangkannya ke dalam media teks ataupun dialog? Sebab, jika kita pernah merasa susah mengemukakan pendapat, baik dalam dialog maupun teks, atau merasa susah mengemukakan ide/gagasan, barangkali itu karena kita terlalu rajin memakai penggunaan bahasa nonbaku, dan mengesampingkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik.
Namun, saya percaya bahwa banyak anak muda Indonesia berpikir kalau menggunakan bahasa Indonesia baku itu keren, seperti blog Samandayu yang konsisten memakai bahasa Indonesia baku, sebagai wujud kecintaan saya terhadap Indonesia. Meski, tentu saja, karena blog adalah media menguraikan pendapat, penggunaan bahasa yang dipakai adalah bahasa praktik, yang tentu tidak sepenuhnya baku, sesuai EYD, dan disusupi bahasa-bahasa keseharian.
Diambil dan disunting dari: | ||
Nama situs | : | Wanasedaju |
Alamat URL | : | http://wanasedaju.blogspot.com/2012/01/pentingnya-berbahasa-indonesia-ba... |
Penulis artikel | : | Saman Dayu |
Tanggal akses | : | 28 Februari 2014 |