Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU
Penulis Kristen
Dari seluruh harta yang dimiliki manusia, komunikasi merupakan harta yang paling berharga. Sejak zaman prasejarah, para pendongeng telah mendapat tempat yang baik di relung hati masyarakat. Gambar-gambar gua di Spanyol menunjukkan bahwa ribuan tahun yang lalu, tanpa bahasa tertulis pun orang telah berusaha melukiskan banyak kejadian melalui gambar.
Selang waktu yang lama, muncullah seni menulis, yang bagi bahasa lisan adalah bagaikan jalan raya yang dapat dilalui kendaraan. Kemudian, kurang lebih 500 tahun yang lalu, muncul huruf tercetak, yang memungkinkan ditemukannya mesin cetak.
Dalam kata-kata yang tercetak kita menemukan begitu banyak rekaman warisan kehidupan yang tak terhapuskan tentang kecerdasan dan kearifan, tentang kenyataan dan fantasi, dan kemegahan serta harapan umat manusia. Manusia berusaha mengabadikan hal-hal terbaik yang pernah dicapai, didapat, atau dipikirkannya dalam bentuk lembar-lembar cetakan.
Tidak ada satu bagian pun dalam kehidupan ini yang tidak terikat dengan perpindahan ide-ide dari satu orang kepada orang yang lain. Para menteri, politisi, pengusaha, penyunting, diplomat, ilmuwan, jenderal, ahli hukum, hakim, ayah, anak, guru, murid, masing-masing berusaha mengatakan sesuatu agar orang lain dapat memahaminya.
Belum pernah dunia mengalami masa ketika penulis Kristen begitu penting. Tidak pernah juga ada masa, ketika begitu banyak orang ingin mengetahui begitu banyak hal dalam waktu yang begitu singkat. Seorang penulis menerima tanggung jawab yang genting dan menarik. Genting, dalam pengertian bahwa kesejahteraan -- dan sering kehidupan orang banyak -- bergantung pada bagaimana cakapnya seorang penulis menggunakan keahliannya. Menarik, karena hal itu merupakan bagian dari gerak komunikasi di seantero dunia yang luas ini.
Jika orang menyebutkan kata "komunikasi" saat ini, yang dimaksud tentu adalah surat kabar, buku-buku, majalah, radio, TV, film. Akan tetapi, itu semua hanyalah alat-alat, fasilitas teknis, dan metode-metode. Komunikasi sebenarnya adalah usaha seseorang untuk mengatakan sesuatu kepada orang lain.
Sering di radio dan TV, para pirsawan diperlakukan sebagai orang banyak, bukan sebagai perorangan. Akan tetapi, sebuah buku atau sebuah karangan dapat meraih dan mencapai pembaca secara perorangan.
Karena kita memiliki huruf atau kata tercetak, maka kita punya kesempatan untuk mengenal lebih baik sebuah ide sehingga kita tahu kapan kita menjadi sahabat atau musuhnya. Kita punya waktu sebanyak yang kita suka. Kita dapat menimbang-nimbang, merenungkan, dan mempelajari kata-kata tercetak. Kita dapat melihatnya kembali sebanyak yang kita inginkan. Kita juga dapat mengganti ide dalam pikiran kita karena keputusan terakhir ada pada kita. Dalam sifatnya yang permanen ini terdapat kekuatan. Inilah yang menyediakan waktu bagi kita untuk berpikir bebas dan tidak tergantung, dan memilih waktu mana yang kita anggap tepat.
Kata-kata tercetak adalah alat dasar komunikasi yang merupakan alat utama untuk kita belajar. Kata-kata tercetak bukan hanya citra yang dikodekan dan ditempatkan pada selembar kertas. Itu merupakan ide-ide, kearifan, dan inspirasi yang diringkas dan ditempatkan ke dalam bentuk yang dapat dibaca.
Jika sebuah buku ditulis secara jujur dan baik, buku itu akan memiliki semacam kekuatan. Buku itu dapat memindahkan pembacanya di mana pun ia berada ke satu tempat atau masa sesuai yang diinginkan penulisnya.
Buku-buku dapat mengubah perasaan kita, menghancurkan ego, membentuk iman, membuat kita tertawa, dan menyebabkan kita berpikir. Buku dapat mengubah kehidupan pembacanya, dan banyak buku telah melakukan hal ini.
Tugas pertama seorang penulis adalah menemukan dan memakai cara-cara yang membuatnya mampu melakukan hal-hal di atas. Ia harus belajar menggambarkan setiap orang, setiap situasi. Semua pengalaman yang tragis, lucu, memalukan, ganas, tak pantas, indah, atau misterius dapat menjadi bahan tulisannya. Ia harus menyampaikan apa yang dialaminya sendiri, walaupun mungkin ia tidak mengetahui apakah pengalamannya itu ada artinya bagi orang lain. Akan tetapi, inilah risiko yang harus diambil secara jujur, karena sering nantinya ia akan disalahtafsirkan oleh orang lain.
Setiap penulis membutuhkan keberanian karena setelah ia selesai membuat naskah, ia menawarkan sesuatu tentang dirinya sendiri dalam bentuk kata tercetak. Ia berkata kepada pembacanya, "Lihatlah baik-baik apa yang telah saya tulis ini. Lihatlah sesering yang Anda inginkan. Inilah yang saya katakan dan maksudkan, tetapi gunakanlah kemampuan akal, pertimbangan, dan imajinasi Anda sendiri serta buatlah kesimpulan sendiri."
Jarang ada penulis yang lahir dengan kemampuan menggunakan kata-kata secara baik. Setiap penulis harus berlatih sampai ia menguasai seninya. Ia membutuhkan disiplin diri yang keras, latihan menulis dan menulis-ulang yang berat dan berjam-jam.
Seorang penulis mempunyai kewajiban mengenang kembali segalanya, Ia mengulangi percakapan-percakapan, menirukan aksen pembicara, nada suara, dan sikap-sikap seteliti mungkin, bagai sedang berlatih untuk menyatakannya kembali di depan penonton. Seorang penulis mengalami segala sesuatunya dua kali: sekali dalam kenyataan, sekali dalam usahanya mengekspresikan kenyataan itu dalam bentuk tertulis.
Seorang penulis yang tulisannya ingin dibaca orang lain, secara cepat menyadari bahwa ia harus menulis jelas dan sederhana, ringkas dan logis. Bukan hanya keahliannya, tetapi ketulusan, karakter, dan pengetahuannya tentang hakikat manusialah yang membuat ucapan seorang penulis berpengaruh.
Penulis Kristen telah menerima sebuah tugas yang di luar kemampuan terbaiknya, dan ia telah mendedikasikan dirinya untuk menyelesaikan tugas itu. Tidak menjadi soal pada tingkat mana ia bekerja, seorang penulis cepat menyadari bahwa ia bukanlah pencipta yang orisinil. Kata-kata yang digunakan dan pemikiran-pemikiran yang diungkapkannya selalu merupakan gema dari sesuatu yang di luar jangkauan imajinasinya yang lemah.
Akan tetapi, kata-kata kita menjadi penuh kekuatan kala kita merasuk ke dalam kehidupan orang lain. Kita menyentuh orang lain melalui cara berpikir mereka. Kita membangun jembatan yang menghubungkan kita dengan orang lain dan memungkinkan kita memasuki lingkup keinginan mereka lewat kata-kata tertulis, mengalami hal-hal yang dialami mereka, bergembira bersama mereka, bahkan mungkin memberi instruksi kepada mereka.
Penulis-penulis besar adalah bagai para pendidik yang agung, dan kesuksesan mereka adalah karena suatu alasan. Mereka adalah manusia-manusia pemikir yang menghormati kebenaran. Mereka adalah orang-orang yang keras untuk menggerakkan hal-hal terbaik pada umat manusia. Mereka adalah orang-orang pemberani keyakinan, tidak takut memimpin barisan walau arah yang dituju penuh mara bahaya dan tidak disukai orang banyak. Mereka adalah orang-orang yang melihat dunia sebagai satu keseluruhan, yang tahu bahwa manusia sanggup mengangkat dirinya ke kemuliaan apabila ada orang yang menghidupkan imajinasinya dan menguraikan pandangannya. Kalau seorang penulis mampu melakukan semua ini, maka itu adalah pekerjaan mulia, seperti halnya seluruh kehidupan adalah mulia.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Menjadi Penulis: Membina Jemaat yang Menulis |
Judul asli buku | : | Write the Vision |
Penulis | : | Marion van Horne |
Penerjemah | : | Putu Laxman S. Pendit |
Penerbit | : | BPK Gunung Mulia, Jakarta 2007 |
Halaman | : | 1 -- 3 |