Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Cara Membaca Sastra Hikmat

Max Roland

"Takut akan TUHAN adalah permulaan hikmat" (Ams. 9:10; lihat juga Ayub 28:28; Maz. 111:10; Ams. 1:7). Meskipun ada banyak guru non-Kristen yang berwawasan selama berabad-abad, tetapi semua hikmat sejati pada akhirnya datang "dari atas", yaitu, dari Allah Tritunggal (Ef. 1:17; Kol. 2:3; Yakobus 3:15, 17 ). Kebijaksanaan hanya dapat menemukan pemenuhan sejatinya pada diri mereka yang menghormati dan menyembah satu Allah yang benar.

Masih banyak lagi yang perlu dikatakan, karena tidak semua orang Kristen menampilkan hikmat dalam hidup mereka. Faktanya, orang Kristen sering bertindak bodoh dan tidak bertanggung jawab, mempermalukan diri sendiri dan nama Allah (mis., Yeh. 36:20; Rm. 2:24; 1 Kor. 6:5; 1 Kor. 15:34) . Kitab Suci mengatakan bahwa hikmat akan diberikan kepada mereka yang memintanya (Yakobus 1:5). Secara khusus, Roh Kudus telah mengilhami beragam kitab hikmat seperti Amsal, Ayub, dan Pengkhotbah justru untuk tujuan ini. Bagaimana seharusnya seorang Kristen membaca Sastra Hikmat agar mendapat keuntungan?

1. Akui betapa mudahnya menjadi bijak dalam pandangan kita sendiri.

Pertama, seseorang harus membaca Sastra Hikmat dengan pengakuan betapa mudahnya bagi para pendosa untuk menjadi "bijaksana di mata mereka sendiri". Kitab Amsal sering membicarakan masalah serius ini (Ams. 3:7; 12:15; 26:5; 28:11; juga Yes. 5:21). Memang, orang yang "menilai dirinya sendiri" adalah lebih buruk daripada "orang bodoh" yang alkitabiah (Ams. 26:12). Tanda-tanda penyakit rohani ini termasuk menolak untuk mendengarkan nasihat dari penasihat yang saleh (Ams. 26:16) -- khususnya orang tua (Ams. 1:8; 4:1; 23:22; 30:17) -- dan bersikeras untuk memenangkan setiap argumen (Pkh. 7:15 -- 6). Seseorang harus berhati-hati terhadap "mengeraskan" sudut pandangnya ketika ditantang oleh orang percaya yang matang secara rohani. Sebaliknya, orang Kristen hendaknya selalu memperlihatkan semangat mau diajar.

2. Carilah pola umum.

Kedua, seseorang harus membaca Sastra Hikmat untuk mempelajari pola umum tentang bagaimana dunia biasanya bekerja, dan mereka harus bertindak sesuai dengan itu. Secara umum, mereka yang berjalan dalam "takut akan Tuhan" dan yang berusaha untuk melakukan petunjuk Allah mengalami tingkat pertumbuhan "seperti pohon yang ditanam di tepi saluran air" (Mzm. 1:3). Istilah hikmat konvensional kadang-kadang diperlakukan sebagai istilah celaan, tetapi nyatanya, Alkitab itu sendiri mengumpulkan gudang hikmat yang kaya untuk diwariskan kepada generasi penerus umat Allah. Pembaca sebaiknya mengindahkan kearifan konvensional semacam itu daripada memamerkannya dan berasumsi bahwa mereka akan menjadi pengecualian terhadap aturan umum tentang cara kerja sesuatu. Orang Kristen yang berpikir, misalnya, bahwa dia dapat berkembang secara rohani sembari menghindari pertemuan gereja di gereja tidak hanya mengabaikan desakan Kitab Suci, tetapi juga hikmat dari banyak orang percaya selama berabad-abad yang telah mengalami berkat yang tak ternilai yang hanya dapat ditemukan ketika gereja berkumpul dalam nama Kristus (Mat. 18:20).

3. Amati pengecualian untuk "aturan".

Ketiga, seseorang harus membaca Sastra Hikmat untuk mengamati "pengecualian terhadap peraturan" yang mencolok, yang mengungkapkan perlunya kearifan dan ketergantungan terus-menerus pada Tuhan. Pengalaman Ayub, dan seringnya pengajaran kitab Pengkhotbah, bersaksi bahwa ada kalanya pola umum kehidupan tidak berlaku. Jadi, kadang-kadang, orang benar lebih menderita dibandingkan berhasil, dan orang bodoh lebih menikmati kesuksesan daripada kesulitan. Sebagai tambahan dari contoh Perjanjian Baru, dalam beberapa keadaan yang mengerikan Alkitab merekomendasikan agar orang percaya menahan diri dari pernikahan (1 Kor. 7:25-26), meskipun secara umum diharapkan bahwa sebagian besar orang percaya akan menemukan "penolong yang cocok" dengan siapa mereka akan berkeluarga dan menguasai bumi (Kej. 1:26 -- 0; Kej. 2:18 -- 5). Dengan menyadari bahwa ada pengecualian untuk pola-pola umum, orang percaya harus menghadapi setiap situasi dengan caranya sendiri, dalam doa, meminta hikmat dan kearifan Tuhan untuk mengetahui cara terbaik dalam bertindak untuk kemuliaan-Nya.

4. Pelajari cara menjalankan kearifan dan ketergantungan pada Tuhan.

Kebijaksanaan hanya dapat menemukan pemenuhan sejatinya pada diri mereka yang menghormati dan menyembah satu Allah yang benar.

Keempat, seseorang harus membaca Sastra Hikmat untuk belajar bagaimana membedakan pilihan antara yang "lebih baik" atau "terbaik" dalam situasi tertentu, yang tidak melulu merupakan satu-satunya tindakan yang "benar" atau "salah". Kitab Suci memang memberikan banyak aturan mutlak tentang apa yang benar atau salah, atau apa yang diperintahkan atau dilarang. Namun, banyak keputusan dalam hidup melibatkan lebih dari sekedar pertimbangan tentang apa yang benar atau salah. Misalnya, orang percaya yang menerima persyaratan alkitabiah untuk menikah "di dalam Tuhan" (1 Kor. 7:39; bandingkan 2 Kor. 6:14) masih memiliki banyak pilihan potensial untuk mencari pasangan. Seorang Kristen akan membutuhkan hikmat dan kearifan untuk mempersempit jodoh potensial mana yang lebih cocok untuknya. Banyak keputusan lain dalam hidup (pendidikan, karier, tempat tinggal, dll.) tidak bermuara pada pilihan langsung antara alternatif yang benar atau salah, tetapi antara berbagai pilihan "baik, lebih baik, atau terbaik". Syukurlah, di dalam Kitab Suci, Tuhan telah menyediakan banyak pengajaran hikmat bagi orang percaya, dan telah menjanjikan berkat Roh bagi mereka yang dengan rendah hati meminta kepada-Nya (Lukas 11:13).

(t/N. Risanti)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Ligonier.org
Alamat situs : https://www.ligonier.org/learn/articles/how-to-read-wisdom-literature
Judul asli artikel : How to Read Wisdom Literature
Penulis artikel : Max Rogland

Komentar