Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

e-Penulis 003/Januari/2005

Kesaksian Grace Suryani

Pertama kali Anda membaca buku tulisan Grace Suryani, yang berjudul The Puzzle of Teenage Life (Penerbit Kairos), dalam hati mungkin Anda akan berpikir, "Ah ... bahasa apaan nih, kacau banget ...." Namun, setelah Anda membaca satu, dua judul, maka Anda akan mulai sadar bahwa inilah Grace, remaja berusia 18 tahun, yang sedang menulis untuk remaja-remaja sebayanya. Nah, barulah Anda akan berkomentar, "Wah ... hebat juga nih anak ...." Akan tetapi, keberhasilan Grace menulis buku bukan tanpa perjuangan atau keberanian. Anda ingin tahu bagaimana ia memulai menulis bukunya dan apa yang memotivasinya untuk menulis? Bacalah pengakuannya berikut ini:

Gambar: Kesaksian

Oi! Hehehe. Duh guys, saya ini bersyukur banget bisa bikin ini buku. Buat saya pribadi, buku ini lebih dari sekadar buku. Ini juga lambang "kebebasan berbicara". Lahir sebagai cewek, masih muda lagi, bikin omongan saya hampir tak terdengar. Setiap kali mau curhat atau mengemukakan pendapat, ada segudang tembok yang menghalangi. En, sekalipun saya bisa "bicara", kadang saya tidak pernah dilihat sebagai seorang pribadi. Ketika saya bicara di sekolah, orang-orang melihat saya sebagai sekretaris sekbid, anak alim .... Ketika saya bicara di gereja, saya dilihat sebagai anaknya bapak itu, keponakannya Pdt. Z, anaknya ibu majelis.

Lama-lama, saya muak. Habis, saya selalu berusaha setuju sekalipun saya tidak setuju. Hidup pakai topeng .... munafik. Ketika sepertinya tidak ada orang yang peduli dengan isi hati saya, tiba-tiba "I met Someone" -- Seseorang yang memberi saya anugerah terindah (kayak lagunya Sheila on 7). Pribadi yang juga memberi saya kemampuan untuk "bicara". Bicara lewat tulisan. En, sejak saat itu, hidup saya berubah ....

En, that Guy enggak cuman kasih saya karunia, tetapi juga tugas yang harus saya kerjakan. Dahulunya, saya pikir aduhh ... dikasih PR segala. Namun, ternyata saya suka banget bikin tugasnya ... habis tugasnya seru sih! Bikin Puzzle. Puzzle kehidupan.

Pengalaman hidup bersama Yesus adalah sumber menulis yang tak pernah kering. (Grace Suryani)


Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Kehidupan itu sebenarnya puzzle yang gedhe banget ... tiap keputusan yang kita bikin, itu satu potongan puzzle. En, kalau dirangkai, bakal jadi satu keputusan. Jadi puzzle. Masalahnya, apakah puzzle yang kita bikin itu gambarnya bagus atau kagak, itu tergantung dari tiap potongan (baca keputusan) yang kita pilih. Kalau kita pilih potongan yang benar, yah jadinya bagus. Kalau kita pilihnya ngawur, hasilnya ajubile binjali deh!

Tulisan di atas adalah kutipan kata pengantar (cuap-cuap) dari buku The Puzzle of Teenage Life, oleh Grace Suryani. Kami ajurkan Anda membaca buku ini karena selain dapat belajar tentang bagaimana mendapatkan ide-ide menulis, Anda juga akan diajak untuk merenungkan kehidupan sehari-hari dengan Tuhan. Di sinilah, sebenarnya nilai utama dari buku ini. Bagi Grace, pengalaman hidup bersama Yesus adalah sumber menulis yang tak pernah kering. Yesuslah yang telah mengubah hidupnya dan Yesuslah yang menjadi inspirasi bagi tulisannya.

Sumber kesaksian: Grace Suryani

selengkapnya... about Kesaksian Grace Suryani

Edisi Publikasi: 

Sumber Gagasan yang Tak Pernah Kering

Penulis: Caryn Mirriam-Goldberg, Ph.D. selengkapnya... about Sumber Gagasan yang Tak Pernah Kering

Kolom Publikasi: 
Edisi Publikasi: 

Stop Pleonasme!

Penulis: J.S. Badudu

Pleonasme ialah sifat berlebih-lebihan. Konkretnya, kalau Anda menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya, itulah pleonasme. Misalnya, "Kedua anak itu saling berpukul- pukulan." Kata saling mengandung makna perbuatan yang dilakukan secara berbatasan antara dua orang. Sedangkan bentuk kata ulang dengan afiks ber-an seperti berpukul-pukulan juga menyatakan arti yang sama dengan kata saling itu. selengkapnya... about Stop Pleonasme!

Kolom Publikasi: 
Edisi Publikasi: 

Komentar

Subscribe to e-Penulis 003/Januari/2005