Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Menulis dengan Kekurangan

Penulis: Franco Lingua

Pernahkah Anda merasa penasaran dengan apa atau siapa yang dimaksud oleh penulis ketika membaca sebuah karya fiksi? Pernah pulakah Anda merasa geregetan karena akhir cerita yang terasa menggantung? Sehingga membuat Anda menebak-nebak bagaimana akhir yang sesungguhnya?
[block:views=similarterms-block_1]
Memang, ada kecenderungan karya fiksi yang ditulis demikian. Sejumlah penulis mungkin senang membuat pembacanya bingung dengan akhir cerita sehingga memaksa pembaca untuk menebak atau menduga sendiri bagaimana akhir ceritanya. Tidak cukup membuat pembaca bingung atau penasaran, tak jarang di sepanjang jalan cerita yang tersaji pembaca pun dibuat pusing bukan kepalang.

Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh para penulis itu tak lain ialah menulis dengan kekurangan. Menulis dengan kekurangan ini bukan berarti menulis tanpa menyertakan fakta-fakta tambahan yang menjadi perangkat penting dalam sebuah cerita. Menulis dengan kekurangan juga bukan berarti tulisan itu benar-benar kurang dalam banyak hal. Sebaliknya, menulis dengan kekurangan malahan menghasilkan sebuah tulisan yang sebenarnya lengkap.

Kalau begitu, apa yang dimaksud dengan menulis dengan kekurangan itu?

Menulis dengan kekurangan berarti memanfaatkan sejumlah peranti kebahasaan semisal referensi (pengacuan) dan elipsis (pelesapan). Biasanya, pembaca akan diperhadapkan kepada suatu referensi yang acuannya ternyata tidak dekat dengan konteks yang sedang dikemukakan di bagian yang sedang disinggung. Sebaliknya, pengacuan dilakukan jauh ke depan, ke bagian yang sebenarnya belum dijamah oleh pembaca. Sementara peranti elipsis atau pelesapan justru dilakukan untuk membuat pembaca menebak siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa.

Model-model tulisan yang demikian, di satu sisi, memang menarik. Dengan kebingungan di sepanjang jalan cerita yang disajikan, tak jarang sebagai pembaca kita justru terdorong untuk terus mengikutinya. Dan memang itulah salah satu strategi yang dapat menyedot pembaca untuk terus dan terus dan terus membaca.

Dengan demikian, apakah itu berarti bahwa sebuah tulisan yang ditulis dengan kekurangan ini harus melulu cerita detektif? Ternyata tidak. Cerita-cerita rekaan jenis lain juga bisa disajikan dengan teknik menulis dengan kekurangan ini.

Tentunya, penulis harus benar-benar jeli dalam menulis. Jangan sampai ia sendiri lupa meletakkan referennya. Bila hal ini terjadi, tentunya tulisan tersebut benar-benar ditulis dengan kekurangan. Artinya, tulisan tersebut benar-benar tidak lengkap. Sedangkan yang diinginkan bukanlah tulisan yang tidak lengkap, namun tulisan yang seolah-olah tidak lengkap.

Dengan demikian, harus dibedakan tulisan yang ditulis dengan kekurangan dan tulisan yang ditulis dengan tidak lengkap. Keduanya hampir sama, tapi jauh berbeda. Yang satu seolah-olah ditulis tidak secara lengkap, sementara yang lain memang tidak ditulis secara lengkap. Yang satu merupakan kesengajaan penulis, sedang yang lain lebih dikarenakan ketidaksengajaan.

Nah, sudahkah Anda siap untuk mencoba menulis dengan kekurangan?

Komentar