Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Menulis dan Memercayakan Tulisan di Internet

Oleh: Indonesia-saram

Kebebasan berekspresi. Itulah yang ditawarkan dalam dunia internet. Sejak zamannya halaman web yang statis, berbagai "homepage" pribadi pun bertaburan. Mulai dari yang memanfaatkan halaman gratisan, sampai kepada yang berbayar. Untuk memberi kesan interaktif, tak jarang alamat kontak via e-mail pun dilampirkan di halaman tersebut. Tidak puas dengan interaksi yang memakan waktu cukup lama, fasilitas untuk ngerumpi (chatting) pun disediakan pula. Belakangan berkembang shout box, model rumpi yang sedikit berbeda.[block:views=similarterms-block_1]

Kini, masa-masa halaman statis sudah bergeser. Meski masih banyak yang menawarkan halaman-halaman gratisan untuk digarap, tren yang berhembus saat ini ialah halaman-halaman situs model blog. Teknologi yang dihadirkan saat ini sudah memungkinkan bagi siapa saja untuk berinteraksi langsung dengan pemilik atau pengelola situs terkait. Tentu saja tanpa menggunakan e-mail karena fasilitas mengomentari suatu seksi tertentu sudah disediakan.

Apa pun jenis halamannya, satu hal yang jelas ialah bahwa semua ini sangat berkaitan erat dengan dunia tulis-menulis. Tak jarang orang menggunakan halaman situs pribadinya sebagai media untuk menuangkan ide-idenya. Sehingga berbagai genre tulisan pun hadir berseliweran di dunia internet.

Ancaman Pembajakan
Negara kita sangat terkenal sebagai negara dengan tingkat pembajakan yang tinggi. Tidak hanya dalam hal perangkat lunak komputer, dalam dunia literatur, hal seperti ini juga patut dicermati. Saya pernah menemukan pernah menemukan sebuah buku yang murni diterjemahkan dari halaman internet. Tidak tahu apakah penerjemah dan pihak penerbit telah mendapatka izin atau tidak.

Tidak sebatas itu, berbagai penerbit gelap banyak menerjemahkan karya-karya asing tanpa identitas hak cipta mana pun. Misalnya saja buku-buku komik. Sejak beberapa tahun lalu, komik-komik Jepang banyak yang dibajak dan diedarkan di Indonesia. Ketika menemukannya, kita dapat langsung mengenali komik-komik tersebut sebagai barang-barang bajakan. Kualitas tinta cetakan yang tidak baik, kertas yang kalah mutunya dari yang resmi, tidak adanya sensor, dan buruknya hasil terjemahan.

Bagaimana dengan literatur-literatur lain, semisal novel dan buku-buku teks? Tampaknya tidak jauh berbeda. Malahan, tidak sedikit buku-buku yang sudah resmi malah dicetak secara mandiri dan dijual kembali dengan harga relatif murah.

Dunia internet merupakan dunia yang dapat diakses oleh siapa pun. Hal ini tentu membuka kemungkinan pembajakan. Dan di tengah suasana rentan pembajakan begini, bagaimana kita dapat memercayakan tulisan kita di internet? Bagaimana kita yakin kalau karya tulis kita tidak akan dibajak?

Konsep Teknokrasi
Tampaknya, lebih mudah bagi kita untuk yakin bahwa karya tulis kita bakalan dibajak daripada tidak sama sekali. Namun, pandangan ini sebenarnya merupakan pandangan yang jauh dari konsep yang ditawarkan dalam dunia internet.

Dunia internet sebenarnya mengandung konsep teknokrasi. Teknokrasi merupakan yang menggabungkan teknologi dan demokrasi. Konsep ini diakui sebagai suatu solusi terbaik untuk menjalankan suatu negara.

Secara sederhana, teknokrasi dapat disebut sebagai suatu penerapan ilmu pengetahuan kepada masyarakat. Teknokrasi juga dapat dilihat sebagai suatu rencana untuk masyarakat di mana teknologi digunakan untuk kebaikan orang banyak, ketimbang memberi keuntungan yang maksimal bagi segelintir orang.

Konsep teknokrasi dalam dunia internet terlihat di antaranya melalui Wikimedia. Dalam situs yang disebut sebagai ensiklopedia terbesar ini, setiap pengunjung dapat menemukan apa yang ia butuhkan. Bahkan siapa saja diundang untuk menyumbangkan pengetahuan atau informasi tertentu untuk dibagikan kepada setiap orang. Dengan demikian, informasi atau pengetahuan tersebut tidak hanya dimiliki oleh satu orang, tetapi dapat diperoleh siapa saja yang berminat. Begitulah kira-kira dunia di Wikipedia.

Tidak hanya di Wikipedia. Pada prinsipnya, setiap halaman situs, termasuk blog, yang menyampaikan informasi, khususnya yang berharga, sudah mempraktikkan konsep teknokrasi tersebut. Tentu terlepas dari motivasi dasar orang tersebut. Tidak usah heran bila Anda justru menemukan situs blog dengan pembahasan yang sangat teknis. Atau sebuah situs pribadi yang berisi kumpulan cerita pendek dan puisi.

Bagaimana dengan interaksi? Seperti dikemukakan sebelumnya, belakangan ini interaksi jauh lebih variatif. Fasilitas untuk mengomentari tulisan sudah disediakan oleh para penyedia situs blog. Tidak cukup dengan itu, "kotak teriak" (shout box) juga disediakan. Semuanya memungkinkan pengunjung untuk mengomentari tulisan pada saat itu juga.

Tautan-Tautan yang Berharga
Dalam dunia internet, tautan ke halaman(-halaman) situs yang memiliki keserupaan tema dengan situs kita pada dasarnya akan menaikkan nilai. Sebuah blog yang banyak ditautkan oleh blog-blog lain, menjadikan blog tersebut berharga. Dengan demikian, tidak sekadar jumlah pengunjung, jumlah tautan pun memberi nilai tersendiri di samping tingkat keseringan pemutakhiran isi.

Untuk artikel itu sendiri, semakin banyak tautan yang mengacu pada halaman artikel tersebut, tentu akan memberi nilai tersendiri. Penautan ini tentu berarti bahwa tulisan kita memiliki nilai lebih sehingga banyak orang yang mengacu pada tulisan kita. Sampai tahap ini, kita melihat ada kemiripan seperti yang kita temukan ketika berhadapan dengan artikel-artikel ilmiah yang dilengkapi dengan catatan akhir atau daftar pustaka.

Menghargai Karya Tulis Orang
Kalau ditelusuri, problem yang terjadi di sekitar kita tampaknya menyangkut problem diri. Kita masih belum terbiasa untuk menghargai orang-orang yang berjerih payah menghasilkan suatu karya. Lihat saja berapa besar kerugian yang bisa ditimbulkan akibat pembajakan VCD atau DVD, sebagaimana dalam bidang literatur.

Khusus dalam penulisan di internet, terkadang kita bisa menemukan sebuah artikel blog yang diposting oleh (mungkin) pengelolanya, yang ternyata merupakan kutipan penuh dari artikel lain. Lebih parah lagi, tidak ada informasi mengenai dari mana artikel tersebut diambil. Hal ini tentu semakin menunjukkan sikap tidak menghargai karya orang lain.

Internet memang dunia yang penuh kebebasan. Kita bebas berekspresi di sana. Kita bebas menjelajah ke mana pun, sejauh kita butuhkan. Bahkan kita dapat memanfaatkan begitu banyak bahan tulisan di sana.

Hanya saja, kita perlu mengingat etikanya. Meski berada di alam maya, dunia internet jelas memiliki etika yang berlaku. Misalnya, ketika berkunjung ke sebuah situs, langkah tersebut hampir sama dengan ketika kita memasuki rumah teman kita. Tidak heran bila disertakan pula formulir buku tamu sebagai respons kita kepada pengelola.

Ketika mengutip, kita juga tidak lepas dari etika seperti ketika kita hendak meminjam buku teman kita. Meski tidak disebutkan secara tertulis, sebenarnya kita wajib menghubungi penulis suatu artikel atau pengelola situs tertentu ketika kita hendak menggunakan artikel di dalamnya. Dan seperti ketika menulis artikel ilmiah, kita sangat wajib mencantumkan sumber artikel yang kita kutip atau ambil; siapa penulisnya, di mana alamat URL-nya, di situs apa.

Mulai Memercayakan Tulisan
Kita tidak akan pernah lolos dari ancaman pembajakan. Namun, ancaman ini tidak seharusnya membuat kita ragu atau malah takut untuk menulis di internet. Sebaliknya, kita perlu menanamkan dalam benak kita pikiran positif (tanpa harus menjadi penganut positivisme), bahwa tulisan kita bukan tidak mungkin bermanfaat bagi orang lain. Bila mengaitkan hal ini dengan kekristenan, kita malah bisa mulai berpikir bahwa tulisan kita bisa saja membawa orang lebih dekat kepada Kristus.

Meski tidak bisa dicegah sepenuhnya, kita bisa saja mencantumkan catatan kecil di akhir artikel kita. Misalnya, dengan mencantumkan kalimat-kalimat seperti berikut.

  • Artikel di atas dapat dikutip untuk tujuan nonkomersial.
  • Untuk menggunakan artikel di atas, silakan hubungi penulisnya via e-mail.
  • Mohon tidak mengutip artikel di atas tanpa seizin penulisnya

Sebaliknya, ketika kita mengutip tulisan orang lain dalam artikel yang kita tulis, sebaiknyalah kita mencantumkan sumbernya. Dengan demikian, kita sudah menunjukkan itikad baik menghargai jerih payah penulisnya.

Nah, bagaimana dengan tulisan ini? Tentu saja boleh digunakan secara bebas untuk tujuan nonkomersial.

Komentar