Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Bagaimana Internet Mengubah Cara Kita Menulis?

Sembilan tahun yang lalu, saya ingat bahwa saya adalah salah satu dari sekitar seratus jurnalis yang berkumpul dalam sebuah pertemuan untuk mendengar ceramah dari seorang jurnalis veteran. Saya tidak ingat topik pembicaraan itu, tetapi saya ingat tentang bagaimana jurnalis veteran itu bertanya kepada kami semua, apakah kami menikmati proses menulis. Saat itu, saya terkejut karena hanya ada beberapa orang saja yang mengangkat tangan. Saat ini, ada begitu banyak hari yang diisi dengan menulis (surel) surat elektronik, menulis di Twitter, mengirim SMS, chatting, mengunggah tulisan di blog, dan kadang-kadang untuk menulis yang lebih panjang. Dan, beberapa dari kita mengeluh betapa beratnya semua itu.

Gambar: mengetik

Akan tetapi, semua latihan tersebut membuat tulisan online kita menjadi lebih baik. Ini bukan berarti bahwa semua tulisan online memiliki kualitas yang bagus. Ada banyak juga yang sangat buruk, tetapi pada dasarnya, tulisan yang baik sangat bergantung pada cara berpikir yang baik pula. Jika Anda memiliki cara berpikir yang baik, Anda sudah melakukan setengah dari usaha tersebut. Ada banyak perenung yang saya kenal, yang menghasilkan karya-karya berkualitas di jaringan internet.

Internet tidak hanya mendorong kita untuk menulis, struktur internet yang terbuka menuntut kita untuk menulis dengan ringkas sekaligus fleksibel. Salah satu masalah yang dihadapi oleh surat kabar dan majalah adalah ukuran artikel yang bergantung pada suatu standar tertentu. Jika penulisnya dibayar per kata, ia akan menulis artikel itu dengan kata-kata yang banyak. Sebaliknya, jika ditetapkan ukuran sebanyak 12.000 kata, sebanyak itulah yang akan ditulis oleh sang kontributor.

Berbeda halnya dengan di jaringan internet. Pada tahun 1997, Jakob Nielsen mengamati cara orang membaca konten internet dan menemukan bahwa pada dasarnya, orang membaca suatu artikel dengan cara memindainya dengan cepat. Karena itu, Nielsen menganjurkan agar penulisan untuk internet seharusnya:

  • menyertakan tautan pada kata-kata kunci,
  • menggunakan kepala berita yang jelas dan lugas,
  • satu paragraf hanya menyampaikan satu ide/gagasan,
  • jumlah kata hanya setengah dari tulisan konvensional,
  • dan menggunakan daftar dalam format "bullet".

Banyak penulis di internet yang menulis dengan cara Nielsen (meskipun tidak semua dari mereka pernah membaca saran dari beliau) karena gaya tulisan tersebut membuat pembaca mereka memberikan tanggapan. Kecenderungan alami para pembaca untuk memindai merupakan satu hal yang baik, karena ketidaksabaran pembaca akan mendorong para penulis untuk menulis dengan ringkas.

Pada saat yang sama, para pengguna internet juga lebih banyak menguasai jenis-jenis tulisan. Teknologi-teknologi lain yang semakin populer pada dekade ini juga membutuhkan pendekatan yang berbeda. Instant messaging, biasanya ringan dan menggunakan bahasa percakapan, menulis komentar (yang bijaksana) pada sebuah blog akan menajamkan keterampilan berdebat kita, dan Twitter memaksa kita untuk menulis dengan sangat ringkas. Melalui semua ini, kita didorong untuk memiliki sifat-sifat yang didambakan oleh semua penulis; memiliki "suara" yang lantang dan unik.

Menulis, jika dikelola dengan benar, merupakan nama lain dari sebuah percakapan. (Laurence Sterne)


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Memiliki "suara" yang jelas merupakan suatu keharusan dalam penulisan di jaringan internet. Sebab, sementara para penulis menyibukkan diri dengan membangun brand mereka sendiri, situs-situs berita menjadi semakin interaktif dan tulisan-tulisan blog menjadi semakin mirip dengan percakapan. Beberapa orang memandang SMS dan chatting bukan sebagai suatu bentuk tulisan, sementara yang lain menganggapnya sebagai sesuatu yang akan mematikan prosa yang lebih panjang dan formal. Kedua pandangan itu salah, penulisan informal yang dilakukan di jaringan internet tidak menggantikan cara menulis yang konvensional, tetapi justru akan melengkapi dan memengaruhinya, begitu pula sebaliknya.

Namun demikian, internet tidak selalu memberi efek positif pada dunia tulis-menulis, ada banyak blogger yang sengaja membuat judul artikel mereka dengan kata-kata yang bombastis supaya artikel mereka dapat dengan mudah dicari, tetapi semakin mengecewakan untuk dibaca. Pada dekade ini, ada banyak blogger yang menyamakan "suara" tulisan yang keras dengan ketidaksopanan. Akan tetapi, banyak juga yang belajar bahwa menulis dengan kata-kata yang "keras" sama seperti menggunakan garam untuk memasak, gunakan seperlunya di sana-sini.

Di lain pihak, ada pula yang mengatakan secara berlebihan bahwa internet sudah merusak budaya penulisan. Para pendidik juga khawatir internet membuat para remaja menulis dengan gaya bahasa yang terlalu sederhana sehingga mereka tidak mempelajari komposisi menulis yang formal. Saya tidak setuju dengan hal itu karena cara terbaik untuk menulis adalah dengan menulis lebih banyak lagi. Lagi pula, bahasa merupakan sesuatu yang selalu berevolusi dan bahasa percakapan dalam sebuah tulisan bukanlah sesuatu yang buruk. "Menulis, jika dikelola dengan benar, merupakan nama lain dari sebuah percakapan." Itu adalah kutipan yang ditulis oleh Laurence Sterne dalam novelnya yang berjudul Tristram Shandy, 250 tahun yang lalu. Dan, berkat internet, hal itu lebih nyata sekarang ini daripada sebelumnya. (t/Yudo)

Audio Bagaimana Internet Mengubah Cara Kita Menulis?

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Gigaom
URL : http://gigaom.com/
Judul asli artikel : How the Internet Changed Writing in the 2000s
Penulis artikel : Kevin Kelleher

Komentar